uLang taHuN

Aku berjalan sendiri menelisik gelap malam. Tak kupedulikan sinar temaram lampu pinggir jalan. Karna aku masih punya bulan yang menghalau sang awan pergi demi menerangiku. Kesepian ini tak akan mengusikku, karena di tengah kesepian ini aku merasakan hatiku mau meledak. Ingin segera kurasakan bahagiaku bersama someone special-ku. Setiap langkahku menggambarkan betapa kuburu-buru sang waktu agar aku lekas bertemu dia. Kalau waktu mampu di copy, paste atau cut seperti tulisan dalam komputer, mungkin akan ku-cut waktuku di kesendirian ini agar segera bersama dia. Dan akan ku-paste waktu ini dalam tiap langkah ku bersama dia.!
Tak sabar ingin kulihat matanya yang menyiratkan kilau bulan dari bumi manapun. Dan kudengarkan setiap kata-kata darinya yang menyanyikan senandung lagu cinta terindah bahkan lebih indah dari karya Mozart sekalipun. Kutunggu setiap bait kata nya kala mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Meski nantinya dia tak memberi kado apa pun, tapi aku akan puas karena setiap bait syair dari bibirnya. Meski hanya tiga kata -selamat ulang tahun- tapi dasyatnya melebihi hadiah manapun di dunia. Karena syairnya adalah syair dengan setiap buih-buih cinta di dalamnya. Buih-buih ombak yang senantiasa bergelora dan tak peduli dengan karang. Ombak yang mampu mengkaramkan setiap kapal yang dirasa mengusiknya.
Lalu, kuberjalan menuju sebuah bangku kecil di pinggir jalan. Bangku yang berada di bawah rindang pohon besar. Dengan ranting-rantingnya yang menjulur seakan hendak melindungi siapapun dalam naungan daunnya. Di samping pohon itu ada lampu temaram yang rela memberikan sedikit sinar yang masih mampu ia berikan demi orang yang duduk di sebuah bangku yang menunggu seseorang yang dikasihinya. Meski lampu temaram ini hanya mencurahkan sedikit cahayanya, tapi aku merasa dia memberi kehangatan yang sangat. Lampu temaram ini seperti dia, yang spesial untukku. Yang mampu memberikan cahaya hatinya untukku. Mungkin akulah pohon di atas bangku yang senantiasa menanamkan akarnya disamping lampu temaram itu. Demi cahaya lampu temaram yang tak kuharapkan bertambah redup.
Menit-menit pertama menunggunya kunikmati dengan memandang bintang-bintang yang tengah bersanding bersama sang bulan. Bintang-bintang selatan yang senantiasa membimbing pelayar untuk berlayar membelah lautan. Yang membuat para ilmuwan terusik mempelajarinya karena keindahannya menghiasi angkasa. Seperti aku yang terusik melihat kharismanya, setiap syair cintanya, setiap manis senyumnya dan setiap tatapan matanya. Yang menghipnotisku untuk mencintainya dan selalu menjadi pelayar yang mengikuti kemana arahnya melangkah.
Limabelas menit kemudian dia belum datang. Aku mulai tak tenang. Harusnya sudah sepuluh menit yang lalu dia menghampiriku dan mengucapkan selamat ulang beserta sebuah kecupan hangat di keningku. Harusnya sudah sepuluh menit yang lalu kutemukan sebuah lampu yang tidak temaram lagi yang akan lebih menghangatkan pohon hatiku.
Setengah jam akhirnya detik ini berjalan. Tak biasanya. Sekali lagi kulihat jam tanganku, memastikan apakah jarumnya berjalan terlalu cepat. Tapi tidak, semuanya normal. Lalu apanya yang salah? Apakah aku terlalu mengharapkannya sehingga merasa setengah jam seperti setahun?
Kuputuskan untuk meneleponnya. Tapi yang kudengar hanyalah suara operator. HP-nya tidak aktif. Apa sebenarnya yang dia lakukan. Ataukah dia sengaja mematikan hape nya dan datang tiba-tiba untuk memberiku kejutan? Aku sungguh takut, terlalu takut untuk menghadapi situasi yang akan terjadi selanjutnya. Banyak hal-hal negative yang kini kubayangkan. Entah perasaan ini apa namanya firasat atau apa aku tak tahu. Yang kutahu sekarang aku hanya tak ingin cahayaku redup. Itu saja. Aku hanya berharap ini hanya perasaan karena aku terlalu mengharapkannya. Aku berharap ini hanya terjadi sesaat dan detik berikutnya dia telah berdiri di depanku. Menatapku dengan mesra, mengucapkan selamat ulang tahun dan mengecup keningku dengan begitu hangatnya.
Tapi satu jam telah berlalu sejak waktu seharusnya dia ada di depanku dan mengecupku dan mengucapkan kata yang telah lama kutunggu. Akhirnya tak bisa kutahan tangis ini. Tangis yang mengalir seiring air hujan yang perlahan menetes membasahi pipiku. Hujan ini menambah kekhawatiranku terhadapnya. Gelegar petir membuatku menggigil. Tubuhku tergoncang dalam isak tangis kesendirian, kesepian dan harapan. Aku terlalu khawatir memikirkan menit-menit yang akan terjadi berikutnya antara aku dan dia. Sungguh perasaan ini menyiksaku.
Mungkin ini yang namanya firasat. Firasat yang takkan mampu mengubah takdir. Firasat yang membuatku telah merasa kehilangan walau tak tahu siapa yang meninggalkan. Firasat yang hanya menginginkan dia untuk segera ada di hadapanku. Memelukku dalam rinai hujan. Cepat.!! Cepat, datang! Baru setelah sekian lamanya aku merasa kesepian, sendiri di bawah pohon dengan desaran angin yang dingin menusuk kulitku. Hangatnya lampu temaram tak lagi kurasakan. Bulan yang tadinya tampak terang kini kurasakan sungguh menyeramkan dengan awan-awan yang menutup kilau cahayanya Bintang-bintang tak lagi tampak bersanding dengan bulan. Lampu temaram mulai redup dan berkedip-kedip. Ranting-ranting pohon yang tadinya kurasa melindungiku, kini seakan ingin runtuh menimpaku. Kenapa firasat buruk ini terjadi di hari yang tadinya spesial bagiku.?!
Tak lama akhirnya aku tahu. Tentang kenyataan takdirku dan dia. Tentang firasat yang tak mampu menentang kenyataan buruk. Aku jatuh. Seketika aku merasa semua gelap. Dan akhirnya samar-samar lampu temaram itu tak lagi bersinar, mati setelah seluruh kekuatannya memberikan cahaya padaku habis. Hujan yang deras dan petir telah mematikannya, justru di hari dimana aku akan melihat wajahnya, mendengarkan ucapan selamat ulang tahun darinya dan merasakan kecupannya di keningku. Suara gemerisik daun dan ranting pohon tak terdengar lagi. Semua diam, bisu. Semua tahu apa yang kurasa. Andai pohon dan lampu yang tadinya temaram itu hidup, mungkin mereka akan merengkuhku dan memelukku. Merasakan tiap isakan tangisku.
Sungguh, seandainya waktu seperti file komputer, akan kuhapus waktu ini. Akan kuhapus hari ulang tahunku agar lampuku kembali bersinar dan ada di depanku, mengecupkan cahayanya di tiap-tiap sudut hatiku.