AKU HENDAK TAK MAU

telah berkarat aku disini...
terpaku menaungimu
mencucurkan sinar temaram ku
tak biarkan mu menggigili dingin pagi
kala cahya ku mati

pernahkah kau sadar?
aku hnyalah temaram yang setia menemani malam mu
yang selalu lengkapi hadirmu
kala siapapun butuh singgasana mu..

yang namun terkadang
hanya dianggap sebagai lampu reyot tua
berkarat, tak berguna..
sekedar figuran tak penting
kala sepasang manusia
menikmati saat2 genting..

andai saja nyala ku masih berarti
saat rembulan pagi itu datang
andai saja masih bisa kuterangi tiap sisimu
saat terang menjelang
pasti bukan figuranlah aku lagi
pasti akan lebihlah aku

namun saat itulah tak lagi kau butuhkan aku
tak perlu aku ada untuk menaungimu..

tertunduk aku di bawah mentari
karna sinarnya yang saingi pun tak mampu aku
karna cerahnya yang mampu indahkan bangku itu
sungguh tertunduk malu aku'di bawah matahari itu
jika harus aku yang mengharapkan terang seindahnya
untuk senangkan bangku dalam naungku

dan andai saja ada yang bisa kabulkan satu mauku
aku hendak
tak mau
10 atau 20 tahun lagi..
aku masih seperti ini...

SEPERCIK API

Lihatlah, kawan..
Andai kau dapat melihat
Dalam gelap
Akulah ada
Sebatang lilin yang menunggu untuk dinyalakan
Olehnya yang kesepian
Olehnya yang kebingungan
Menelusur ribuan celah untuk mencari sebersit cahaya
Cahaya yang akan menyingkap gelap
Cahaya yang terlalu muluk untuk didapatkannya
Sayang,
tak terlihat olehnya
di depannya
ada sebatang lilin
sayang, tak terpikir olehnya
bahwa lilin tak butuh banyak
yang hanya butuh sepercik api
yang akan menyulutkan seberkas cahaya
untuknya yang butuh cahaya terang
untuknya yang hendak menelisik jalan keluar
Entah Sampai kapan aku tak tahu saat dimana ia tahu
Ia pun takkan tahu bahwa sampai kapan pun aku menunggu
Sepercik api
Setitik terang
Sebuah harapan
Untukmu kutemukan jalan keluar...

LAUT, PANTAI, SENJA

Setengah dari jingga masih menghias
Dalam batas biru laut dan langit
Setelah sekian lama aku berdiri,
senja tak juga jengah menemani sepi sendiri
sesaat aku memandang ke belakang
dalam siang tadi yang masih terasa panasnya
dalam pantai yang masih menyimpan segenap jejak
entah kenapa tak kunjung ombak menghapusnya

air laut mulai membasahi kakiku
sejuk sejenak memang
namun urung ku terjun ke dalamnya
begitupun urung ku mundur ke belakang
kembali tenggelam dalam pasir hisap itu
pasir yang berbisik pun tak mau

andai saja pantaiku mau merengkuhku
membisikkan sebersit kata dalam desir halus pasirnya
takkan ada senja menyelimutiku
bawaku dalam rangkulan nyiur itu
bukan diam menatapku!
meratapi kisah bisu

kini dalam pantai ku berada
senja di depan ku malam di belakangku
angin laut dan darat pun bertemu
menerpa seluruh aku